Jakarta,Sinarpolitan.com – Untuk melihat seseorang itu apakah seorang Jawa sejati atau bukan, bisa dicandra apakah seseorang itu punya ‘rasa pangrasa’ (kepekaan perasaan batin) atau tidak. Orang Jawa sejati itu bukan orang yang tumpul perasaan batinnya.
Sabtu,(05/11/2022)
Sejak dahulu manusia-manusia Jawa itu adalah manusia-manusia yang punya kecerdasan emosional ‘linuwih’ (berlebih) atau meminjam bahasa sekarang ya manusia Jawa itu memiliki tingkat EQ yang tinggi.
Manajemen emosional, kendali batin itu adalah karakter yang melekat kuat dalam nuansa manusia Jawa.
Maka secerdas-cerdasnya tingkat intelektual atau IQ seorang manusia Jawa, jika ia memang menghayati ‘Ngelmu Jawa’ dari leluhurnya, sudah pasti ia tidak akan meninggalkan karakter ‘rasa pangrasa’ (ketajaman perasaan), ‘iso rumangsa’ (tahu diri), dan ‘rasa mulat sarira’ (instropeksi diri).
Manusia Jawa yang hanya tinggi IQ nya dan tumpul EQ nya adalah bukti manusia Jawa yang telah gagal menjadi ‘Jawa’ (Dunung/Ngerti/Waskita). Sekalipun banyak orang Jawa yang bangga memakai busana tradisional era Jawa Mataraman atau Jawa Majapahitan, semua itu bukan jaminan jika mereka semua sudah berkarakter Jawa.
Bisa-bisa malah hanya tampilan wadagnya saja yang Jawa, tapi karakter batinnya adalah karakter batin manusia padang pasir yang kaku, gila sembah, dan tidak mau dikritik kalau sikap dan perilakunya itu memang tidak patut atau salah.
Yang disebut manusia Jawa itu adalah manusia yang tahu menghidupi dimensi rasanya, bukan hanya manusia kering kerontang yang hanya tahu menghidupi dimensi intelektualitasnya saja.
Semoga kita semua tetap bisa menjadi manusia Jawa yang sejati.
Rahayu Mulyaning Jagad,(Red/Alvin)