Berita Desa Internasional Investigasi Paralegal Politik

Sumber Daya Alam Negeri Indonesia Sangat Berlimpah Memerlukan Tangan-Tangan Cerdas Untuk Mengelolanya, Bagi Kesejahteraan Masyarakat Indonesia. Kita Tidak Boleh Menjadi Penonton

Jakarta,Sinarpolitan.com-Hidup itu adalah rahmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sekaligus ujian dari-Nya. Senin (06/09/2021)

Pembukaan UUD 1945

“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa,

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

a. Lalu cerdas yang bagaimana ?

Mencerdaskan kehidupan bangsa lebih merupakan konsepsi budaya daripada konsepsi biologis-genetika. Para pendiri Republik menolak sikap dan perilaku ke-inlander-an, yaitu sikap hidup sebagai inlander, sebagai yang terjajah, terbenam harga dirinya, penuh unfreedom atau keterbelengguan diri. Kehidupan yang cerdas menuntut kesadaran harga diri, harkat, dan martabat, kemandirian, tahan uji, pintar dan jujur, berkemampuan kreatif, produktif, dan emansipatif.

Di sinilah barangkali pemikiran para pendiri Republik ini dikatakan menembus masa, mendahului lahirnya paham-paham pembangunan progresif yang menempatkan manusia sebagai subjek luhur: bahwa pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Amartya Sen menyatakan, pembangunan merupakan upaya perluasan kemampuan rakyat (expansion of people’s capability) dan ia juga menegaskan, pembangunan merupakan pembebasan (development as freedom).

Demikian pula Chakra Varty memberi arti pembangunan sebagai perluasan kreativitas rakyat (expansion of people’s creativity), sedangkan Rajni Kotari, seorang tokoh pemikir India, menegaskan perlunya melaksanakan strategi pembangunan partisipatif, yaitu strategi. “Which not only produces for the mass of the people but in which the mass of the people are also producers.” Sementara itu, Hatta mengutamakan pendekatan partisipatori-emansipatori ekonomi dengan istilah “demokrasi ekonomi”. Hatta mengecam keras ucapan diskriminatif Helfferich yang merendahkan harga diri bangsa Indonesia, yang mencap bangsa kita sebagai kuli di bawah bangsa-bangsa lain, sebagai eine Nation von Kuli und Kuli unter den Nationen. Dari situ Hatta menggemakan adagium patriotiknya “Menjadi Tuan di Negeri Sendiri”.

Kata mencerdaskan kehidupan bangsa mempunyai makna yang mendasar. Cerdas itu berarti memiliki ilmu yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan nyata. Cerdas bukan berarti hafal seluruh mata pelajaran, tapi kemudian terbengong-bengong saat harus menciptakan solusi bagi kehidupan nyata. Cerdas bermakna kreatif dan inovatif. Cerdas berarti siap mengaplikasikan ilmunya untuk dirinya dan lingkungan yang dia hadapi.

Dengan alasan era globalisasi dimana oleh Kenichi Ohmae didefinisikan sebagai “borderless world” yaitu suatu negara akan kuat manakala ia mampu merespon secara fenomena 4”I’s” yang terdiri dari : (1) investment; (2) Industry;(3) information technology; dan (4) individual consumers. Sehingga Pendidikan Nasional di arahkan kepada Mencerdaskan Bangsa bukan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.

Berdasarkan pemikiran para ahli dalam uraian diatas bahwa makna dari mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya sekedar cerdas secara keilmuan dan sukses dalam kehidupan, tetapi bagaimana mereka keluar dari perasaan tertindas oleh orang lain, serta harus keluar dari zona aman. Hal ini hanya dapat diperoleh melalui pendidikan.

Bagaimana kita harus menjadi tuan di negeri sendiri, seperti yang dikatakan Moch. Hatta, maka pendidikan merupakan hal yang utama, yang harus dirancang oleh pemerintah. Kurikulum boleh berganti tetapi semangat untuk menuntut ilmu harus terus dilanjutkan sampai hayat di kandung badan. Sumber Daya Alam di negeri ini sangat berlimpah memerlukan tangan-tangan cerdas untuk mengelolanya, bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kita tidak boleh menjadi penonton.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *