Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Madiun,Sinarpolitan.com-Dalam hidup dan kehidupan yang kita jalani seringkali terjadi hal-hal yang tidak kita duga dari apa yang kita harapkan dari Allah. Namun demikian, _“Janganlah kau tuntut Tuhanmu karena tertundanya keinginanmu, tetapi tuntutlah dirimu sendiri karena engkau telah menunda adabmu kepada Allah”._ Betapa banyak orang menuntut Allah, karena selama ini ia merasa telah berbuat banyak, telah melakukan ibadah, telah berdoa dan berjuang habis-habisan.
sabtu (28 agustus 2021).
Tuntutan demikian, karena seseorang merasa telah berbuat, dan merasa perlu ganti rugi dari Allah Ta’ala. Padahal meminta ganti rugi atas amal perbuatan kita, adalah wujud ketidak-ikhlasan kita dalam melakukan perbuatan itu. Seseorang yang ikhlas dalam beramal pasti tidak ingin ganti rugi, upah, pahala dan sebagainya. Manusia yang ikhlas hanya menginginkan Allah yang dicinta. Pada saat yang sama, jika masih menuntut keinginan agar disegerakan, itu pertanda seseorang tidak memiliki adab dengan Allah Ta’ala.
Sudah seharusnya jika kita menuntut diri kita sendiri, karena Allah tidak pernah mengkhianati janji-Nya, tidak pernah mendzalimi hamba-Nya, dan semua janjinya tidak pernah meleset. Kita sendiri yang tidak tahu diri, sehingga kita mulai intervensi soal waktu, tempat dan wujud yang kita inginkan. Padahal itu semua adalah Pekerjaan Allah dan urusan-Nya. Seseorang yang terus menerus menuntut dirinya sendiri untuk Tuhannya, apalagi menuntut adab dirinya agar serasi dengan Allah Ta’ala, adalah kelaziman dan keniscayaan. Disamping seseorang telah menjalankan ubudiyah atau kehambaan, maka si hamba menuruti perilaku adab di hadapan-Nya, bahwa salah satu adab prinsipalnya adalah dirinya semata-mata hanya untuk Allah Ta’ala.
Oleh karena itu Ibnu Athaillah melanjutkan : _“Ketika Allah menjadikanmu sangat sibuk dengan upaya menjalankan perintah-perintah-Nya dan Dia memberikan rezeki, rasa pasrah total atas Karsa-paksa-Nya, maka sesungguhnya saat itulah betapa agung anugerah-Nya kepadamu”._ Anugerah paling agung, adalah rezeki rasa pasrah total atas takdir-Nya yang pedih, sementara anda terus menerus menjalankan perintah-perintah-Nya dengan konsisten, tanpa tergoyahkan.
Wahab ra, mengatakan, “Aku pernah membaca di sebagian Kitab-kitab Allah terdahulu, dimana Allah Ta’ala berfirman” : _“Hai hambaKu, taatlah kepada-Ku atas apa yang Aku perintahkan kepadamu, dan jangan ajari Aku bagaimana Aku berbuat baik kepadamu”._ Aku senantiasa memuliakan orang yang memuliakan Aku, dan menghina orang yang menghina perintah-Ku. Aku tak pernah memandang hak hamba, sehingga si hamba itu memandang (memperhatikan) hak-Ku”.
Syeikh Abu Muhammad bin Abdul Aziz al-Mahdawi ra, mengatakan, “Siapa pun yang dalam doanya tidak menyerahkan dan merelakan pilihannya kepada Allah Ta’ala, maka si hamba tadi terkena Istidroj dan tertipu. Berarti ia tergolong orang yang disebut dengan kata-kata, “Laksanakan hajatnya, karena Aku sangat tidak suka mendengarkan suaranya.”. Namun, jika ia menyerahkan pilihannya pada Allah Ta’ala, hakikatnya ia telah diijabahi walaupun belum diberi. Amal kebaikan itu dinilai di akhirnya.
Memang tidak mudah menjadi orang baik, tapi walaupun susah tetaplah berbuat baik. Sejak kecil setiap orang tua pasti mengajarkan nilai-nilai kebaikan kepada anaknya. _”Kamu harus menjadi orang yang baik ya, kamu harus terus menabur kebaikan karena apa yang kamu tabur, itu pula yang akan kamu tuai”._
Akhirnya, walaupun tidak mudah, kita harus berusaha untuk selalu berbuat baik, pada rekan, sahabat, keluarga dan orang-orang di sekitar kita. Tapi nyatanya, semakin lama kita berada di dunia, semakin kita bisa melihat realita. Sebuah kenyataan bahwa ternyata kebaikan tidak selalu berbalas dengan kebaikan.
Seringkali kebaikan dibalas dengan kejahatan. Orang yang sudah kita bantu ternyata menipu. Sahabat yang sudah kita anggap seperti saudara justru selingkuh sama yang kita cintai. Keluarga yang butuh uang setelah kita bantu malah hilang dengan tumpukan hutang. Orang yang kita tolong, ujung-ujungnya malah ketahuan nyolong.
Sudah dikasih kesempatan kerja malah memfitnah dengan memutar balikkan fakta, dan masih banyak lagi pengalaman-pengalaman buruk lainnya. Lalu perlahan, keyakinan memudar. Katanya kebaikan akan berbalas kebaikan. Kok nyatanya berbeda. Apa yang salah?
Yang salah itu adalah “Ekspektasi kita”. Kita tidak bisa berbuat baik kepada seseorang dan berharap orang itu akan membalas kebaikan kita. Tidak… Selama kita berharap kepada manusia, maka kita akan selalu kecewa.
Ketahuilah, ketika kita menanam benih padi yang tumbuh bukan hanya padi tapi akan ada juga ilalang yang kadang tumbuh bersamanya yang mengganggu hasil panen. Apakah itu salah kita ? Belum tentu. Itulah hidup. Ketika kita berbuat baik itu bukan menjamin kita akan bertemu orang baik saja. Akan ada orang-orang yang mungkin menjahati kita, mendzolimi kita, menipu kita, dan mengecewakan kita. Ada cobaan, ada kesedihan, dan itulah ujian kita. Ujian yang akan membuat kita lebih tangguh.
Lalu bagaimana dengan prinsip tabur tuai ? Apakah artinya kebaikan yang kita tabur, tidak akan kita tuai Dengarkan pesan ini baik-baik. Kebaikan yang kita buat untuk orang lain, belum tentu dibalas dengan kebaikan dari orang tersebut. Tapi kebaikan kita pasti akan terbalas dengan kebaikan. Kalau bukan dari orang itu, berarti dari dia….juga dia…..dan dia serta dia bahkan dari mereka yang tidak kita kenal…. Ingat. Bukan dia yang kita bantu yang akan membalas tapi Tuhan kita lah yang akan melihat dan melipat gandakan apa yang sudah kita tabur. Bagaimanapun. Maafkanlah mereka. Bila engkau sukses, engkau akan mendapatkan beberapa teman palsu dan beberapa sahabat sejati. Bagaimanapun, tetap jadilah orang yang sukses.
Apabila kita jujur dan terbuka mungkin saja orang lain akan menipu kita. Bagaimanapun, tetap jujur dan terbukalah. Apa yang kita bangun selama bertahun-tahun, mungkin saja dihancurkan orang lain hanya dalam semalam. Bagaimanapun, tetap bangunlah, karena kebaikan yang kita lakukan hari ini, mungkin saja besok sudah dilupakan orang. Bagaimanapun, tetap berbuat baiklah.
Apabila kita berbuat baik, orang lain mungkin akan berprasangka bahwa ada maksud tersembunyi dibalik perbuatan baik kita. Tetapi, bagaimana pun juga, tetaplah berbuat baik. Bagaimanapun, berikan yang terbaik dari diri kita. Bagaimanapun, ini bukan urusan antara kita dengan mereka. Karena pada akhirnya, ini adalah urusan antara kita dan Tuhan kita. Memang tidak mudah menjadi orang baik, tapi walaupun susah, tetaplah berbuat baik. Semoga Allah mudahkan dan lancarkan urusan kita. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh