Berita Desa Internasional Investigasi Paralegal

Pemerintah: Delapan Organisasi Advokat Pendiri Peradi Tetap Punya Kewenangan

Jakarta,Sinaroolitan.com-Keterangan Pemerintah disampaikan oleh Ninik Hariwanti selaku Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam perkara pengujian UU Advokat, Senin (25/6/2018) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan pengujian Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) pada Senin (25/6/2018) siang. Agenda sidang perkara Nomor 35/PUU-XVI/2018 ini adalah mendengarkan keterangan Pemerintah yang diwakili oleh Ninik Hariwanti selaku Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Pemerintah menanggapi dalil Pemohon bahwa ketentuan Pasal 1 angka 4, Pasal 2 ayat (1) dan (2) maupun sejumlah pasal-pasal lain dalam UU Advokat sepanjang frasa “organisasi advokat” tidak memenuhi syarat konstitusionalitas norma hukum yang baik, yang memiliki karakter jelas, padat dan lengkap.

“Ketentuan pasal-pasal yang diuji merupakan penormaan suatu ketentuan undang-undang yang antara pasal satu dengan pasal yang lain mempunyai keterkaitan pengaturan yang bersesuaian, sehingga dapat membentuk suatu sistem pengaturan yang disesuaikan dengan kebutuhan hukum,” ujar Ninik kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.

Menurut Pemerintah, diaturnya tentang profesi advokat dengan beberapa pasal sebagaimana pasal a quo, merupakan pengaturan norma hukum yang sangat jelas dan lengkap yang dapat memberikan batasan-batasan pengaturan sesuai dengan kebutuhan hukum. Pasal-pasal a quo, jelas Ninik, tidak bertentangan dengan landasan konstitusional, namun justru memberikan pengaturan untuk melaksanakan hak-hak konstitusional yang dimiliki oleh para anggota advokat itu sendiri.

Para Pemohon juga beranggapan norma ketentuan pasal-pasal a quo dalam frasa organisasi advokat bersifat multitafsir. Dalam hal ini, Pemerintah mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XIV/2016 yang dalam pertimbangan hukumnya, di antaranya bahwa Pasal 28 ayat (1) UU Advokat arahnya menuju single bar organizations.

Dijelaskan Ninik, menurut keterangan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), 8 organisasi yang mengemban tugas sementara organisasi advokat yakni Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Himpunan Advokat Pengacara Indonesia (HAPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) tetap eksis.

“Namun kewenangannya sebagai organisasi profesi advokat, dalam hal kewenangan membuat kode etik, menguji, mengawasi, dan memberhentikan advokat, vide Pasal 26 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) huruf f, Pasal 2 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Advokat, secara resmi kewenangan tersebut telah menjadi kewenangan Peradi yang telah terbentuk,” ungkap Ninik.

Pemerintah menegaskan, kedelapan organisasi advokat pendiri Peradi tetap memiliki kewenangan selain kewenangan yang telah menjadi kewenangan Peradi. Oleh karena itu, lanjut Ninik, tidak dapat dikatakan bahwa Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat meniadakan eksistensi kedelapan organisasi yang karenanya melanggar prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul, sebagaimana diatur Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, vide Putusan Mahkamah Nomor 19/PUU-I/2003.

“Dengan demikian, dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Advokat bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak beralasan,” kata Ninik.

Sebagaimana diketahui, Pemohon Bahrul Ilmi Yakup bersama beberapa Pemohon lainnya adalah perorangan warga Indonesia yang berprofesi sebagai advokat dan konsultan hukum. Para Pemohon menyatakan tidak mendapat kepastian hukum akan organisasi advokat yang sah dan konstitusional untuk melaksanakan wewenang yang diatur dalam UU Advokat.

Para Pemohon mendalilkan norma frasa “organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat saat ini bersifat multitafsir yang memungkinkan pihak-pihak tertentu seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI), dan Perhimpunan Advokat Republik Indonesia (Peradi), atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia memberi tafsiran berbeda atau tafsiran lain yang inkonstitusional karena tidak sesuai dengan original intent atau tujuan teleologis pembentukan norma frasa “organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat.

Hal itu dapat dijelaskan dengan adanya tafsir dari KAI terkait organisasi advokat yang berhak melaksanakan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Advokat adalah “Kongres Advokat Indonesia”. KAI dalam hal ini bermaksud menghimpun para advokat Indonesia dalam wadah tunggal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Advokat ex Pasal 10 huruf a Akta Pendirian Organisasi Kongres Advokat Indonesia.(Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *