Wonosobo,Sinarpolitan.com-Masyarakat Desa Burat yang peduli dengan nasib warga lain sebagai penerima bantuan, bersama sama mendatangi inspektorat dan kantor kepala desa Burat. Hal ini terkait dengan bantuan RTLH tahun 2018 yang diterima warga tidak sesuai dengan nominal bantuan dan diduga adanya penyimpangan dana.Jumat (27-11-2020)
Menurut koordinator dari warga yang peduli dan penerima bantuan, Muhamad Idris mengatakan ” Sekarang kita semua baru tahu bila nominal RTLH untuk warga sepuluh juta rupiah. Namun fakta dilapangan tidak seperti itu, banyak kejanggalan yang terjadi. Fakta di lapangan bila dikalkulasi, penerima hanya menerima senilai lima juta rupiah keatas. Ada yang enam juta lima ratus ribu rupiah hingga maksimal delapan juta lima ratus ribu rupiah,” ungkapnya.
Pada hari Kamis, tanggal 19-11 puluhan warga desa Burat untuk ketiga kalinya mendatangi Inspektorat, untuk menanyakan kembali kelanjutannya masalah itu.
“Dua bulan yang lalu serta dua minggu lalu kami mendatangi Inspektorat terkait imbas dari Inspektorat yang sudah ke lapangan dan hasil tidak sesuai dengan yang diharapkan. Contoh pelapor A tapi dilapangan yang ditanya A,B,C. Ketika di kroscek ke pihak desa ternyata ada beberapa hal yang janggal, ada beberapa peraturan yang tidak sesuai dengan SPJ dan segala macamnya. Kami kesini untuk menindak lanjuti apa yang telah kami laporkan terdahulu sebanyak 13 orang. Bahwa bantuan tidak sesuai dengan yang dijanjikan dalam pencairan. Dengan adanya kejanggalan itu, maka dari pihak kita untuk mencari kejelasan tentang hal tersebut,” ujar Ikhsan S.H sebagai kuasa hukumnya.
Perjuangan warga penerima juga warga masyarakat yang peduli tidak sampai disitu saja. Pada hari Senin 23-11-2020, mereka juga mendatangi Balai desa. Namun tetap saja belum menemui titik temu karena masyarakat belum memperoleh jawaban dari pihak desa secara gamblang. Dimana menurut Gunawan sebagai Kepala Desa, mengatakan bahwa bantuan berupa matrial, namun di lapangan ada beberapa warga yang menerima bantuan berupa uang seperti Mbah Sejo dan Takrib.
Adalah Mbah Sukamdi, salah satu penerima bantuan RTLH, dalam wawancara kami mengatakan “saya didatangi pak kades (Ir. Gunawan Setiadi) dan pak kadus Geger Jeruk (Yasin) ke rumah. Pak kades mengatakan bila saya akan mendapatkan bantuan tujuh juta. Kemudian pak kadus Eri mengatakan apabila anaknya bisa nambahin tujuh juta bisa jadi rumah. Kemudian saya telpon anak ragil saya yang di Kalimantan, terus saya diberi uang oleh anak saya delapan juta setengah. Uang itu saya masukkan ke pak Meru untuk beli matrial. Dari bantuan itu sendiri saya hanya menerima seribu delapan ratus buah genteng Magelangan. Pak Kadus Geger Jeruk Yasin berpesan bila ada pemeriksaan dari Kepil atau Wonosobo disuruh mengakui mendapatkan bantuan senilai sepuluh juta berupa matrial,” kata Mbah Sukamdi.
Lain mbah Sukamdi, lain cerita mbah Sejo Utomo umur 80 th. Dalam wawancara kami, mbah Sejo mengatakan bila bantuan RTLH tersebut bukan berupa material namun barupa uang tunai.
” Saya mendapat bantuan berupa uang sejumlah Rp. 7.300.000,- ( Tujuh juta tiga ratus ribu rupiah ) yang mengambil uang anak saya,” beber Mbah Sejo.
Kemudian kami menemui anaknya mbah Sejo bernama Tugiman untuk mendapatkan kejelasannya. Dalam wawancara kami, Tugiman berkata, ” saya yang mewakili bapak saya untuk ambil uang. Bapak mendapat bantuan RTLH dari propinsi senilai tujuh juta tiga ratus rupiah. Pencairan dua kali, Pertama senilai lima juta ambil di balai desa dengan mbak Hevi selaku bendahara. Dan yang keduanya pak kadus Krajan (Eri) yang memberikannya senilai dua juta tiga ratus ribu rupiah,” kata Tugiman.
Dari penerima bantuan yang lainpun ketika media menanyakan langsung kepada mereka, nominal bantuan bervariasi dan tidak sama. Ada yang mendapatkan berupa barang dan ada yang berupa uang. Dan anehnya mereka mengatakan bila setelah barang datang, tidak ada orang entah dari supliyer atau penanggung jawab program dari desa yang datang menemui mereka. Sehingga mereka tidak tahu kelanjutannya bagaimana dan seperti apa.
Camat Kepil, di minta oleh inspektorat untuk mendatangkan kedua belah pihak yaitu pihak pemerintah desa dan warga desa
untuk sama sama Tabayun. Sehingga pada hari senin tanggal 23-11-2020, ada pertemuan di balai desa Burat dan di hadiri oleh masyarakat yang peduli beserta penerima bantuan, Kapoksek, Danramil, perwakilan dari Disperkimhub, serta jajaran pemerintahan desa. Namun hasilnya tetap belum memuaskan warganyanya. Mereka menginginkan transparansi kejelasan bantuan tersebut. Namun menurut mereka Ir Gunawan sebagai kepala desa dan selaku penerima program tidak menjelaskan secara gamblang dan terbuka seperti yang mereka inginkan.
Gunawan pada kesempatan itu menjelaskan bahwa bantuan tersebut berawal dari usulan program tahun 2018.
“Pemerintah Desa Burat atas permohonan kegiatan mengajukan ke Pemda, Yang sebagai leading sector Disperkimhub ( Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Perhubungan). Semua itu melalui seleksi, Verifikasi dan Validasi. Kemudian pencairan dana melalui pokmas, sesuai perjanjian kerja sama dari kas daerah kas kabupaten langsung ke pokmas, dari pokmas langsung transfer kepada supliyer. Supliyer dibantu oleh TFL (Tim Fasilitator Lapangan) yaitu petugas mitra dari Disperkimhub untuk mengendalikan, mengawasi dan memonitor kegiatan, pengedropan, penyaluran matrial. Dan saya tegaskan juga kepada kepala dusun untuk andil dalam memonitor, memantau, mengawasi jalannya kegiatan termasuk penyaluran matrial. Termasuk saya sendiri yang turun ke lokasi. Pada saat proses kegiatan berjalan, saya mendengar laporan dilapangan ada yang salah waktu pengiriman. Misalnya ada minta pasir dikirim semen. Semen hanya berjumlah 30 sak namun dikirim 40 sak, atau 20 sak. Ada banyak kekeliruan sehingga saya kumpulkan di Balai Desa. Pada saat itu saya sudah minta tolong kepada penerima bantuan untuk cek masing masing, sudah sesuai belum, kalau belum tolong sampaikan langsung kepada supliyer. Karena saya tidak mempunyai kewenangan untuk pengadaan barang dan jasa atau bilang kepada kepala dusun,” papar Gunawan.
Ketika ditanya oleh tim media apakah berarti saat itu TFL dan tim pengawas tidak bekerja maksimal? Gunawan mengatakan bahwa “Hal yang mungkin perlu di klarifikasi satu satu karena saya sebagai kepala desa sudah bekerja untuk mengarahkan, untuk memberikan tugas kepada staf staf saya yaitu kepala dusun, dan dari disperkimhub ada mitra kerja namanya TFL, jadi antara pemerintah desa dengan disperkimhub melalui TFL atau melalui kepala bidangnya mestinya ini bisa sinkron. Dan waktu itu tidak ada pelaporan kendala. Kendala waktu itu sudah saya kumpulkan. Sudah saya tangani dan saya mengumpulkan waktu itu. Setelah itu tidak ada lagi laporan ke saya, kemudian pada saat waktu sisa habis, waktu kegiatan harus sudah selesai dan tidak ada laporan ke saya, maka saya simpulkan pada waktu itu kegiatan sudah berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan termasuk laporan laporan kegiatan sudah masuk, sehingga ini saya tidak tau persis ada kekurangan berapa atau apa, betul atau tidak, semua saya serahkan kepada inspektorat dan saya sudah melaksanakan apa yang menjadi tanggung jawab saya semaksimal mungkin. Namun karena adanya beberapa kekurangan dari staf saya atau TFL dari mitra kerja disperkimhub, mungkin ada kekurangan atau kurang tepatan kegiatan,” imbuh Gunawan.(Adv)