Pangkalpinang, Sinarpolitan.com – Siapa sangka perusahaan pertambangan milik BUMN sebesar PT Timah TBK akhirnya disomasi oleh mitra/rekanannya melalui Kantor kuasa hukum Otto Hasibuan SH & Associates.
Perusahaan penambangan plat merah itu disomasi oleh mitra/rekananya lantaran tunggakan hutangnya kepada mitra/rekanannya selaku pemasok/penyuplai pasir timah ke PT Timah hampir setahun ditagih belum juga ada tanda-tanda akan dibayarkan, justru yang terjadi mitra/rekannya yang menagih haknya dilaporkan oleh karyawan PT Timah bagian pengamanan ke pihak kepolisian daerah (Polda) Kepulauan Bangka Belitung (Kep Babel) dengan tuduhan dugaan pidana penipuan dan penggelapan.
Padahal total hutang sebesar Rp 3,1 Milyar tidak begitu besar bagi PT Timah TBK jika memang benar-benar mau menyelesaikan permasalahan tersebut, agar tidak menjadi polemik dan sorotan masyarakat/publik.
Kemudian permasalahan hutang piutang PT Timah TBK dengan Mitra/rekanannya mencuat ke publik, masyarakat pun mulai menyoroti permasalahan tersebut ada apa dibalik polemik kebijakan dan keputusan para petinggi PT Timah TBK melakukan pembelian pasir timah Sisa Hasil Produksi (SHP) kadar rendah atau yang disebut ‘Terak’ dari perusahaan mitra/rekanannya. Sehingga kebijakan pembelian timah SHP kadar rendah diduga telah merugikan negara ratusan milyar.
Akhirnya salah satu perusahaan mitra PT Timah TBK yang diketahui CV AR terpaksa mengambil upaya hukum guna menyelesaikan masalahnya dengan perusahaan BUMN itu melakukan upaya somasi melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan SH & Associates terhadap PT Timah Tbk.
Seperti yang sudah diketahui, terkait perkara kasus pembelian timah SHP berkadar rendah, selain Polda Kep Babel telah melakukan pemeriksaan terhadap CV AR atas laporan dari karyawan PT Timah, namun pihak Kejaksaan Tinggi Provinsi kepulauan Bangka Belitung (Kejati Babel) juga melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat PT Timah yang diduga terlibat dalam pembelian timah SHP kadar rendah yang diduga merugikan negara milyaran rupiah.
Permasalah ini terungkap ketika sejumlah jurnalis berhasil mewawancarai salah satu pihak perusahaan mitra PT Timah yakni CV AR perusahaan pemasok/penyuplai pasir timah.
Kepada Pers, Trie (35) owner perusahaan CV AR membenarkan jika sampai saat ini PT Timah TBK belum membayar hutang atau tagihan perusahaan sebesar Rp 3 milyar atas timah SHP yang sudah mereka suplai ke PT Timah, dan tak menampik perusahaan dan dirinya sudah dilaporkan oleh PT Timah atas dugaan tindakan pidana penipuan dan penggelapan ke Polda Kep Babel pada tanggal 14 bulan Januari 2020 lalu, dan sudah diperiksa oleh pihak penyidik Subdit Tipiter Ditreskrimsus Polda Kep Babel.
Dan dijelaskan Trie, terkait dalam perkara kasus Timah SHP kadar rendah (terak) yang sedang diungkapkan Kejati Babel sehingga ada beberapa karyawan staf dan pejabat dilingkungan PT Timah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, tidak ada sangkut-paut dengan perusahaan CV AR. Sebaliknya, justru pihaknya saat ini yang dilaporkan dan dalam pemeriksaan pihak Polda Kep Babel terkait dugaan kegiatan penjualan pasir timah kadar rendah ke PT Timah Tbk.
“Terkait kasus yang ditagani Polda, justru kami yang dilaporkan oleh PT Timah, dan Wadireskrimsus Polda Kep Babel telah mengeluarkan Sprint No : SP.Lidik/7/I/2020/Dit Reskrimsus, tertanggal 20 Januari 2020.”
Diungkapkannya, dalam kasus ini justru selaku pihak yang telah dirugikan secara materi dan imateri oleh PT Timah, oleh karenanya ia mengaku pihaknya terpaksa mengambil sikap guna menyelesaikan polemik yang terjadi saat ini yakni melakukan upaya somasi melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan SH & Associates terhadap PT Timah Tbk.
“Ini surat somasi pertama yang kami layangkan ke PT Timah melalui kuasa hukum kami yakni pak Otto Hasibuan. Dan ini surat balasan dari PT Timah,” ungkap Trie sembari menunjukan berkas dokumen termasuk di selembar surat balasan dari PT Timah.
Dibeberkannya, pasca melayangkan surat somasi pertama itu melalui penasihat hukum perusahaannya (Otto Hasibuan SH & Associates) dan selanjutnya pihaknya pun mendapatkan surat balasan dari manajemen PT Timah, namun dianggapnya justru tanggapan dari pihak perusahaan BUMN ini malah tak memuaskan pihaknya.
“Ada surat balasan dari PT Timah cuma saya pikir ini (isi surat) itu wah! gak bener,” Bebernya
Kemudian Trie menceritakan kronologis permasalahannya, terakhir perusahaannya mengirim/menyuplai pasir timah sebanyak 8 ton sehingga dari sinilah awal mula kasus ini terungkap dan akhirnya diusut oleh pihak kepolisian (Polda Kep Babel).
“Waktu itu perusahaan kami mengirimkan berita acaranya sudah keluar dan invoice-nya pun sudah keluar termasuk PO (Purchasing Order-red), tiba-tiba kita dikonfirmasi ternyata tidak bisa dibayarkan. Lalu saya tanyakan ada apa?, Alasannya kadar SN timah berubah,” Kata Trie.
Kemudian saat itu, anjuran atau saran yang dikemukan oleh pihak PT Timah saat itu kepada pihaknya untuk dilakukan pengecekan sampel secara bersama terkait sejumlah pasir timah yang telah dikirim/dipasok oleh perusahaan CV AR ke gudang penampungan PT Timah di Tanjung Gunung. Dan dilakukan pemeriksaan lagi oleh PT Timah sejumlah pasir timah yang disuplai oleh perusahaanya dan akhirnya dilanjutkan pemeriksaan oleh Polda Kep Babel.
“Nah pada waktu di kantor PT Timah itu direktur perusahaan kami (L) diminta menanda tangani isi revisi yang diajukan oleh PT Timah. Namun saat itu saya meminta agar direktur CV AR tidak menanda tanganinya,” kata Trie.
Menurut Trie, Lantaran direktur CV AR tak menanda tangani revisi diajukan oleh PT Timah tersebut, malah pihaknya (CV AR) dilaporkan ke Polda Kep Babel atas laporan dari pihak PT Timah. “Kalau dari laporan yang dilaporkan ke pihak kepolisian itu yakni mengenai kasus dugaan penipuan dan penggelapan,”.
Namun anehnya laporan pihak PT Timah ke Polda Kep Babel itu justru yang disangkakan dugaan pindana perbuatan penipuan dan penggelapan. Menurutnya laporan tersebut sama sekali dianggapnya tidak mengandung unsur pidana. Sebaliknya jika berdasarkan fakta dalam tertera dalam berita acara serah terima pasir timah yang disuplai oleh CV AR ke PT Timah sudah sesuai spek.
“Saya bilang kan hasil lab dari kalian (PT Timah) terus yang ngambil sampling kalian masak barang kami tidak sesuai spek?, masak kami dibilang penipu?,” Tanya Trie.
Terlebih soal tudingan penggelapan oleh manajemen PT Timah terhadap pihaknya (CV AR) justru menurutnya sangatlah tidak tepat atau mengada-ada. “Kalau penggelapan berarti ada barang yang digelapkan. Padahal barang tersebut (pasir timah yang disuplai CV AR) ada di gudang PT Timah.,” kata Trie.
Masih menurut keterangan Trie, mengungkapkan pengakuan sang direktur CV AR (L) jika kasus perusahaannya ini bakal dialihkan penyidik ke perkara dugaan Tipikor oleh pihak kepolisian.
“Gimana bisa dibilang Tipikor dalam kasus ini kata saya ke direktur, uang tagihan pembayaran dari perusahaan kita (CV AR) saja belum dibayar oleh PT Timah malah satu rupiah pun belum dibayar,”.
Dan sebelum mencuatnya kasus pasir timah di publik diakuinya pihak manajemen PT Timah sempat mengundang sejumlah perusahaan mitra dalam pertemuan dan rapat yang membahas persoalan pasir timah tersebut.
“Iya memang ada pertemuan ada 5 mitra yang hadir dalam pertemuan di kantor PT Timah diantaranya PT MBS (perusahaan tersangka Agat), PT CIA (perusahaan milik Mr A berdomisili di Desa Kace Mendo Barat) dan perusahaan kita CV AR. Nah dua lagi perusahaan itu saya lupa namanya, dalam pertemuan itu membahas masalah revisi invoice soal angka tagihan dengan kadar yang disepakati,” ungkapnya.
Bahkan ia sendiri mengaku sempat heran dan bingung terkait kasus pasir timah ini justru salah satu pemasok pasir timah lainnnya diketahui yakni berinisial B (kolektor timah) justru nama pengusaha itu (B) tak muncul dalam kasus pasir timah ini.Dan ia mengakui sebelumnya sempat menanyakan kepada salah satu mitra PT Timah yang disebutkan bernama Agat, dan beberapa hari yang lalu di hari Bhakti Adhyaksa ke 60 Kejati Babel melalui konferensi pers menyatakan Agat sebagai tersangka atas kasus pembelian pasir timah SHP kadar rendah (Terak) yang disuplai oleh Agat ke PT Timah.
“Lu (sapaan kepada Agat) beli timah darimana? waktu itu pas kebetulan lagi berdua sama saya. Lalu jawabnya saya (B) hanya mengeluarkan PO saja jawab dia (Agat). Lantas saya tanya lagi, barang itu (pasir timah kadar rendah)? langsung dia jawab bahwa barang itu punya B,” ungkapnya.
Dan saat kasus ini mencuat ke publik atau ramai diberitakan sejumlah media, tersangka Agat menurutnya saat itu sempat mendatangi kantor PT Timah, guna menanyakan persoalan kasus yang melibatkanya itu.
Dan diwawancara dengan jurnalis, Trie pun mengaku merasa kecewa terkait sikap seorang pejabat PT Timah dengan jabatan Direktur Operasional (Dirops) menurutnya tidak konsisten atau tidak fair dalam hal penetapan kualitas spek sejumlah pasir timah yang telah disuplai pihaknya.
“Saya pernah kecewa waktu Dirops PT Timah pernah bilang wah ini gak bisa pak! katanya. Dirops itu gak ngasih tahu kalau ternyata SP2HP sudah keluar. Saya kan somasi pada tanggal 2 Juni 2020 nah pada tanggal 30 April 2020 SP2HP sudah keluar dan barang saya itu ternyata gak bermasalah,” jelasnya.
Bahkan secara gamblang Trie mengungkapkan, selain kejadian dirinya bertemu dengan oknum wartawan itu, pada hari lainnya sempat ada pertemuan pihak manajemen PT Timah dengan CV AR yang diwakili oleh direktur, namun dalam pertemuan itu diduganya adanya upaya praktik terselubung pihak BUMN perihal Abuse of Power. “Dalam rapat dengan mereka (manajemen PT Timah) saya tekankan pada direktur saya (L) agar tidak menandatangani notulen rapat,” tegasnya.
Hal itu dikatakanya dengan alasan pihaknya tidak mau jika manajemen terkesan memaksa dengan aturan yang dibuat namun sepihak serta terkesan menekan.
“Kalau kamu gak tanda tangan revisi maka invoice kamu tidak akan saya proses” seolah-olah kayak gitu, jadi saya sekarang hanya mengikuti saja sampai mana mereka mau bermain,” tegasnya
Terkait perkara ini, Trie pun berharap agar pihak manajemen PT Timah tidak membuat kebijakan yang dapat merugikan perusahaan (CV AR) sebagai mitra PT Timah.
Sebaliknya jika pihak manajemen PT Timah tidak bersikap fair bahkan tak mau membayar kewajiban terkait persoalan tunggakan pembayaran sejumlah pasir timah yang disuplai pihaknya dengan total mencapai 36 ton dengan nilai Rp 3,1 M, maka rencananya pihaknya akan melakukan gugatan pailit terhadap perusahaan BUMN milik negara tersebut.
“Kita siap lakukan gugatan pailit. Saya wanti-wanti sudah bilang ke PT Timah bahwa saya ini orang kecil jika saya kalah dalam persoalan ini mungkin orang menghadap ini biasa. Tapi sebaliknya jika saya menang dalam perkara ini lantas mau dikemanakan muka PT Timah ini. Jangan anggap ini perusahaan murni tapi ingat PT Timah merupakan perusahaan publik,” katanya.
Kendati demikian, Trie mengakui sejumlah pasir timah yang telah dikirim ke gudang penampungan PT Timah dengan kadar SN timah bervariatif.
“Pasirnya kadarnya bervariatif ada SN 62, 57 Bahkan ada kadar SN 42 dan perusahaan kami (CV AR) sudah mensuplai pasir timah ke PT Timah dengan total mencapai 36 ton dengan 4 invoice. Dan dalam 5 kali pengiriman hanya 1 kali lancar pembayarannya,” Pungkas Trie mengakhiri wawancaranya.
Sementara itu saat berita ini dipublish, pihak PT Timah TBK dan sejumlah pihak yang disebut oleh narasumber, redaksi masih dalam upaya mengkonfirmasinya. (adv)